4210171023.
M. Arya Rakha Prawira
D4 – Teknologi Game 2018
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Game Edukasi merupakan topik yang sudah sering kali dibincangkan oleh orang orang maupun dari bidang Edukasi, Industri permainan, dan masih banyak lagi. Potensi yang dibawa oleh permainan edukasi untuk mengajarkan skill apapun ke pada siapapun tentunya sangat menggoda bagi semua orang.
Melalui sebuah survey, interview, dan observasi yang dilakukan pada tahun 1981 oleh Malone, ia menjabarkan 3 elemen yang membuat suatu permainan “menyenangkan”; Tantangan, Fantasi, dan Rasa Ingin Tahu. Malone menggunakan konsep ini untuk menetapkan beberapa guideline untuk perancangan permainan interaktif yang edukatif. Malone berargumen bahwa permainan interaktif yang edukatif harus mempunyai elemen berikut:
- Tujuan jelas yang berarti bagi pelajar,
- Banyaknya struktur tujuan serta sistem skor untuk memberi umpan balik terhadap pelajar akan perkembangan mereka,
- Beberapa pilihan tingkat kesusahan demi mengadaptasi kepada berbedanya tingkatan pelajar
- Elemen random yang mengejutkan
- Fantasi dan metaphor yang memenuhi secara emosi, serta berhubungan dengan skill yang diajarkan
Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia juga makin berkembang dalam pembuatan game edukasi. Banyak sekali studio game seperti Educa Studio, Agate Studio, Arsanesia, dan masih banyak lagi yang mempunyai fokus dalam mengembangkan permainan interaktif agar anak-anak Indonesia memiliki pengetahuan yang didapatkan dengan cara yang menyenangkan.
Dengan berkembang nya teknologi juga, banyak sekali cara cara baru untuk mendesain game dengan teknologi yang baru ini. Apakah itu dengan Motion Tracking, Virtual Reality, Augmented Reality, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi, dengan berkembangnya industri ini juga masih ada beberapa masalah yang dihadapi pengembang permainan interaktif.
Banyak sekali edukator yang menunjukkan kecemasan mereka akan efek video game kepada pelajar, serta akan kebijakan membawa video games ini di lingkungan kelas. Provenzo (1991), salah satu kritik video games yang paling terus terang dan paling dikutip, menaikkan 4 poin yang sering dijadikan perhatian orang terhadap video games. Mereka dapat:
- menyebabkan tindakan agresif serta menuai perasaan akan kekerasan,
- memberi stereotipe gender yang destruktif,
- mempromosikan sikap “individualis kasar” yang tidak sehat,
- mencengkam permainan kreatif (Provenzo 1991; 1992)
Akan tetapi, dengan berjalannya masa juga banyak orang yang dapat membuktikan bahwa video game tidak selama nya memberikan hal hal tersebut.
Berdasarkan sebuah paper dari Moreno-Ger, P., Burgos, D., Martínez-Ortiz, I., Sierra, J. L., & Fernández-Manjón, B. (2008), mereka telah menaruh beberapa guideline untuk merancang game edukasi yang tepat serta menghindari beberapa poin di atas itu. Guideline itu tidak lain seperti berikut:
- Memilih Genre yang tepat
Ketentuan perancangan pertama yang penting adalah dengan memilih genre atau kategori dan tema permainan kita dengan tepat. Dengan ini, kita dapat mengkomunikasikan ide yang tepat kepada target pelajar kita - Menambahkan Assessment serta Adaptation kepada desain
Berdasarkan riset yang ada sebelumnya (de Freitas & Oliver, 2006; Ju & Wagner, 1997; Moreno-Ger & MartinezOrtiz, 2005), ada dua elemen yang penting dalam desain game edukatif.
Assessment adalah proses pelacakan perkembangan pelajar. Hal ini penting bagi para pelajar serta edukator untuk mengetahui posisi pengetahuan mereka.
Adaptation sangatlah penting. dengan pelajar yang mempunyai jenis jenis berbeda, permainan harus bisa beradaptasi sesuai kemampuan pelajar. - Integrasi dengan lingkungan yang Online
Untuk dapat mengintegrasikan poin sebelumnya, dibutuhkan suatu perantara antar edukator, pelajar, dan rancangan materi agar konten permainan selalu berkembang.
Banyak sekali game edukasi yang gagal dalam menyampaikan pesan atau ilmu yang ingin diberikan kepada pemain. Hal ini dikarenakan kurang nya komunikasi antara konsep dengan pengguna.
Dengan guideline ini, kita dapat memastikan kita mempunyai pondasi yang cukup kuat untuk mengembangkan desain game edukasi yang menyenangkan.
Daftar Pustaka
de Freitas, S., & Oliver, M. (2006). How can exploratory learning with games and simulations within the curriculum be most
effectively evaluated? Computers and Education, 46(3), 249–264.
Ju, E., & Wagner, C. (1997). Personal computer adventure games: Their structure, principles and applicability for training. The
Database for Advances in Information Systems, 28(2), 78–92
Malone, T.W. 1980. What makes things fun to learn? A study of intrinsically motivating computer games. (Report CIS-7). Palo Altao, CA: Xerox Palo Alto Research Center.
Moreno-Ger, P., Burgos, D., Martínez-Ortiz, I., Sierra, J. L., & Fernández-Manjón, B. (2008). Educational game design for online education. Computers in Human Behavior, 24(6), 2530-2540.
Moreno-Ger, P., & Martinez-Ortiz, I., et al. (2005). The he-Gamei project: Facilitating the development of educational adventure
games. Cognition and exploratory learning in the digital age (CELDA 2005). Porto, Portugal: IADIS
Provenzo, E.F. 1991. Video kids: Making sense of Nintendo. Cambridge, MA: Harvard.
Provenzo, E.F. 1992. What do video games teach? Education Digest, 58(4), 56-58.
Recent Comments