Wayang, merupakan salah satu budaya khas dari Indonesia yang telah menjadi sebuah lambang bagi bangsa Indonesia. Namun, di masa sekarang, kesenian ini dianggap tidak menarik dan membosankan, terutama bagi generasi muda Indonesia. Hal ini terjadi karena perkembangan zaman yang cukup pesat, dimana banyak sekali anak muda justru tertarik dengan budaya luar negeri ketimbang budaya atau kesenian negeri sendiri.

Apa yang harus dilakukan untuk bertahan dalam gempuran kemajuan zaman adalah dengan mengikuti arus perkembangan itu. Salah satu industri yang cukup jarang diekspos dan bisa dimanfaatkan untuk pelestarian kesenian indonesia adalah industri Game, sebuah industri yang juga berkembang cukup pesat. Teknologi seperti AR dan VR yang berhasil memberikan sebuah pengalaman hiburan baru, membuat industri ini semakin menjanjikan dan tak kalah dengan industri hiburan lainnya. Perkembangan di Industri ini bisa dimanfaatkan untuk ikut melestarikan budaya lokal Indonesia seperti cerita pewayangan, dimana penyampaian kesenian ini dibuat lebih menarik dengan menggunakan media video game interaktif.

Salah satu game interaktif asal Indonesia adalah Tetuko: Childhood of Ghatotkacha. Game ini memiliki konten utama yaitu menceritakan tentang bagaimana kisah masa kecil dari salah satu tokoh pewayangan paling terkenal, yaitu Gatot Kaca. Cerita pewayangan sendiri memang sangat menjanjikan jika bisa dibuat ulang dalam industri kreatif, banyak unsur seperti musik, drama, dan banyak hal lainnya yang bisa menjadikannya sebuah sumber seni yang sangat luar biasa.

Kisah masa kecil Gatotkaca sendiri masih jarang diketahui, dimana dari hasil survey yang berasal dari golongan mahasiswa dan siswa, sebanyak 19 orang dari 20 orang responden, menyatakan ketidaktahuan mereka pada cerita tersebut. Mereka juga tidak mengetahui jika nama kecil Gatotkaca adalah Tetuko. Hal ini membuktikan, jika memang benar kalangan muda tidak terlalu tertarik dengan cerita pewayangan [1], yang mana hal inilah yang ingin diubah melalui game ini.

Game ini dibuat dalam bentuk 3D-Adventure game, yang mana didalamnya akan terdapat unsur RPG, dimana Player akan berperan sebagai Tetuko dan berpetualang sesuai dengan cerita. Game ini sendiri akan memanfaatkan Kinect sebagai salah satu media controllernya, dimana Player bisa menggerakkan Tetuko sesuai gerakan Player. Gerakan seperti melompat, menyerang menggunakan pedang, melakukan tendangan, dan bertahan, bisa dilakukan Player untuk mengendalikan Tetuko selama permainan tanpa perlu menggunakan controller konvensional. Hal ini bisa dilakukan karena penggunaan Kinect, yang membuatnya menjadi sebuah game yang begitu interaktif bagi Player yang memainkannya.

Game ini telah di test oleh beberapa tester, yang mana menghasilkan sebuah kesimpulan jika game ini memiliki konsep dan cerita yang menarik, dimana banyak pesan moral yang bisa diambil. Namun game ini masih terkendala dalam segi gameplay, dimana banyak tester masih kesulitan dalam melakukan kontrol terhadap karakter.

Penggunaan media game untuk melakukan pelestarian budaya sekaligus hiburan seperti yang dilakukan contoh game diatas sangatlah baik dan cukup menjanjikan. Hal ini bisa menjadi sebuah media yang bagus dalam penyampaian sebuah kesenian atau budaya, yang mana tidak terbatasi lagi para penikmatnya, dan bisa merangkul semua jenjang usia untuk tertarik memainkannya.

Apa yang dilakukan oleh Tetuko: Childhood of Ghatotkacha inilah, yang bisa menjadi salah satu contoh jika kesenian dari Indonesia bisa melakukan akulturasi dengan perkembangan zaman, dan menjadi sebuah hiburan masa kini untuk dinikmati semua kalangan.

Daftar Pustaka :

[1] A. Basuki, J. Akhmad NH, dan J. N. Putra, “ Designing and Building of 3D Adventure Game “Tetuko: Childhood of Ghatotkacha” Using Kinect “, EMITTER International Journal of Engineering Technology Vol.2, No.1, June 2014.