“Yang pertama sukses, besok-besok pasti sukseslah.” Begitu kira-kira pikiran nista yang ada di kepala para pelaku pelecehan seksual.

  • Facebook
  • Twitter
  • Google+
  • Pinterest

Gambar Oleh Instagram @sejalankampanye

Pelecehan seksual merupakan segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat seksual yang membuat seseorang merasa tersinggung, merasa tidak aman, dan merasa terintimidasi. Pelecehan seksual sendiri biasanya akan berakhir pada kekerasan seksual. Pelecehan seksual terbagi atas beberapa jenis. Ada pelecehan seksual yang berupa pemaksaan dan berujung kerasan fisik, seperti menjamah bagian tubuh tertentu seseorang, memeluk dan mencium seseorang tanpa izin, melakukan penyerangan seksual ataupun tindakan fisik yang lebih ekstrem lainnya. 

Ada juga yang berbentuk verbal seperti menggoda, mengomentari bentuk tubuh dan gaya berpakaian seseorang, melontarkan guyonan dengan unsur seksual, serta menyebarkan cerita kehidupan seksual seseorang tanpa persetujuan dari pihak terkait. Terakhir, ada pelecehan seksual dalam bentuk non-verbal. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya tindakan dari pelaku pelecehan seksual berupa gerak-gerik seksual yang mencurigakan. Pelaku sengaja memperlihatkan alat kelamin kepada target pelecehan seksual dan memandang bagian tubuh seseorang dengan hasrat seksual yang menggebu.

Untuk kasus pelecehan seksual, korban pelecehan seksual bisa saja mengalami trauma yang mendalam. Biasanya peristiwa pelecehan seksual berdampak buruk pada psikologis korban, seperti menilai negatif terhadap tubuh sendiri, menurunkan tingkat kepercayaan diri, menyebabkan munculnya gejala depresi, selalu ketakutan dan cemas karena merasa ada yang mengawasi. Begitu menyedihkan kalau membayangkan betapa tersiksanya psikologis korban pelecehan seksual, namun tetap saja masih banyak orang yang berpikir bahwa pelecehan seksual itu bisa terjadi karena ulah korban sendiri. Padahal kalau dikaji lebih dalam, penampilan seseorang sejatinya tidak memicu terjadinya pelecehan seksual, tapi karena pelaku merasa dirinya lebih kuat, lebih berkuasa, kemudian menatap rendah korban -khususnya wanita- sehingga merasa berhak untuk melecehkan seseorang. Jadi, di manakah letak keadilan bagi korban?

Pelaku pelecehan seksual diduga gelap mata. Semua dipukul rata. Entah itu pria atau wanita, asalkan ada peluang pasti akan dilecehkannya. Lumrahnya wanita yang menjadi korban pelecehan seksual cenderung membuka suara tentang pelecehan hang dialaminya, korban pria justru berlaku kebalikannya. Pria yang entah itu dilecehkan oleh wanita ataupun sesama pria lainnya, memilih untuk bungkam mulut dengan dalih tidak ingin memicu pertengakaran hebat lebih lanjut.

Perlakuan yang biasanya dialami korban pria adalah dijamah bagian tubuhnya (biasanya bokong), lehernya dicium, dipeluk, hingga digesek alat kelaminnya oleh pelaku. Tidak banyak reaksi yang ditimbulkan korban pria, paling hanyak menginjak kaki atau menyikut perut pelaku. Sejatinya, korban pelecehan seksual memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan keresahannya dengan lantang untuk mendapatkan hak-hak berupa ketenangan dan keamanan. Bukan, hal ini bukan bertujuan untuk mengumbar aib, melainkan untuk mendapatkan kembali rasa aman dan nyaman dalam hidup. Untuk korban pelecehan seksual, jangan takut untuk menyuarakan hakmu, ketakutanmu bisa saja menjadi pasokan energi bagi pelaku. Kamu, lebih berharga dari yang pernah kamu bayangkan. Kamu lebih pantas dari apa yang kamu pikirkan. Mari bersama, lawan segala tindak kejahatan seksual!