Kondisi kota mekah kala itu sudah tidak kondusif lagi. Tekanan psikis, siksaan fisik, perampasan hak milik, sampai ancaman pembunuhan. Semua para sahabat di generasi awal ini, dengan level status sosial apapun, pasti menghadapinya.

Lihatlah Bilal, seorang budak yang disiksa luar biasa oleh majikannya karena diketahui beribadah sholat meski sudah sembunyi-sembunyi.

Lihatlah pula Abu Bakar, seorang konglomerat yang ketika sebelum berislam begitu dihormati dan disegani. Tapi ketika sudah berislam, juga mengalaminya. Bahkan Rasulullah akan dibunuh.

Momentum Hijrah
Ketika kondisi ibadah dan dakwah sudah tidak memungkinkan lagi, Allah mewahyukan kepada Rasulullah untuk berhijrah. Kota tujuan hijrah itu adalah Madinah.

Sungguh berbeda 180 derajat kondisi masyarakat kota Madinah. Sambutan kepada Rasulullah dan para sahabat luar biasa.

Sejarah mencatat dengan tinta emasnya, bagaimana kaum anshar mau berbagi kepada kaum muhajirin. Bahkan apa-apa yang dibagikan itu adalah yang terbaik. Bukan hanya makanan, minuman, harta dan tempat tinggal yang mereka tawarkan, tapi juga lebih dari itu.

Imam Bukhari meriwayatkan, setiba kaum Muslimin dari Makkah ke Madinah, Rasulullah Saw mempersaudarakan Abdur Rahman bin Auf dengan Sa`ad bin Ar-Rabi`. Setelah dipersaudarakan Sa`ad berkata kepada Abdur Rahman, “Saya termasuk orang Anshar yang berharta banyak. Itu hendak saya bagi dua separuh untukku dan separuh untuk Anda. Saya juga mempunyai dua istri, lihat dan tunjuklah mana di antara dua perempuan itu yang Anda sukai, ia akan kucerai dan bila iddah-nya telah selesai silakan Anda nikahi.” MasyaAllah.

Prestasi, Buah dari Kuatnya; Akidah, Ibadah dan Muamalah
Pertanyaannya adalah, kenapa penduduk kota Madinah bisa menerima dan menyambut kaum anshar demikian hebatnya?

Ini semua tiada lain karena Rasulullah sebelumnya sudah mengutus Mush’ab bin Umair untuk berdakwah di kota Madinah. Amanah ini sudah disampaikan jauh sebelum perintah hijrah. “Tiada satu pintu rumahpun di kota Madinah ini kecuali dakwah Islam itu sudah tersampaikan”.

Dasar dakwah yang disampaikan Rasulullah kepada para sahabat termasuk ke Mush’ab bin Umair untuk disampaikan ke masyarakat Madinah setelah akidah dan ibadah adalah muamalah.

Bagaimana membangun hubungan yang baik dengan sesama. Mulai dari persaudaraan, perniagaan sampai berbagi untuk saling tolong menolong.

Bukti dari kekuatan dakwah dan muamalah itu adalah, ummat islam menang dalam perang badar di tahun kedua hijriah. Sungguh prestasi luar biasa.

Dari sisi jumlah, pasukan hanya sepertiganya dari kaum yang memusuhi Islam. Dari sisi waktu, persaudaraan kaum muhajirin dan anshar “hanya” butuh 1-2 tahun dalam mengalang kebersamaan dan kekuatan.

Semangat Berbagi
Lebih luar biasa lagi adalah, “semangat berbagi”. Ketika “prestasi” menang di perang badar, mereka bukan berebut harta rampasan perang, tapi bagaimana berbagi rampasan perang itu kepada orang-orang yang mualaf (baru masuk islam) dan yang lebih membutuhkannya. Meskipun sebenarnya ada hak bagi yang ikut “berprestasi” dalam perang membela agama ini.

Akhirnya, momentum tahun baru hijriah 1435H ini, Ayo berhijrah agar kita bisa berprestasi yang terbaik di kompetensi kita masing-masing.

Prestasi yang kita ukir, kita bagikan kepada yang lebih membutuhkan, agar mereka yang menerima uluran tangan kita bisa berhijrah, berprestasi dan berbagi pula di kemudian waktu.  InsyaAllah