Saat-saat seperti ini, banyak mahasiswa khususnya yang sudah masuk semester-semester pamungkas, mulai bingung mencari ide-ide tentang Proyek Akhir, Tugas Akhir atau Skripsi, begitu juga mahasiswa PENS khususnya mahasiswa D3. Semester ini mahasiswa D3 harus mengambil Proposal Proyek Akhir sebagai salah satu kewajiban akademik. Kalau sudah begini, maka kerepotan dan kesulitan mendapatkan judul Proyek Akhir menjadi bagian yang harus dihadapi.

Mendapatkan judul Proyek Akhir memang bukan pekerjaan mudah. Banyak mahasiswa yang pada akhirnya harus menyerah bahkan menerima nasib mengerjakan Proyek Akhir yang justru tidak sesuai dengan kemampuan dan passion yang seharusnya bisa lebih dikembangkan. Hal ini banyak terjadi karena mereka tidak menemukan ide yang tepat, dan akhirnya pasrah menerima judul yang ada. Tidak salah juga mahasiswa mengambil judul yang ada, asal punya kemampuan dalam mempertahankan konsistensi dan berani bertarung dalam pekerjaan yang memerlukan tenaga lebih.

Sebenarnya mendapatkan ide yang bisa menjadi judul Proyek Akhir itu tidak sulit, seandainya mahasiswa mencatat setiap ide dari mata kuliah yang pernah dijalani. Sayangnya mahasiswa PENS tidak banyak yang mempunyai catatan ide yang dikumpulkan hingga menjadi sumber ide yang bisa diolah setiap saat untuk menjadi karya. Jadinya setiap mata kuliah yang ada, khususnya mata kuliah yang seharusnya menjadi passion yang bisa dikembangkan, berlalu begitu saja tanpa ada catatan apapun.

Ok! Itu tidak perlu diratapi. Mending kita maju terus. Sebenarnya ide itu ada di sekeliling kita, ada di lingkungan kita, bahkan ada di kanan-kiri kita baik kita sadari atau tidak. Ide itu adalah masalah yang sebenarnya terjadi dalam keseharian kita, bahkan bisa diambil dari keinginan-keinginan kita untuk memperbaiki hidup.

Salah satu contohnya, saat kita mau masuk kampus sekitar jam 8 kurang, kita akan mengalami masalah dengan antrian parkir. Kalau itu masalah yang mengganggu kita, maka setidaknya pernah kan terlintas solusi apa yang muncul. Entah itu solusi yang kreatif atau bahkan yang nakal. Itu adalah sebuah bakal ide. Tinggal kita mau lanjutkan atau tidak. Mungkin sebagian kita mulai berpikir bagaimana kalau menggunakan Smart Parking, teknologi parkir yang canggih sehingga bisa mengurangi antrian dan memudahkan pengguna namun tetap dalam keamanan yang tinggi. Nah, kita tinggal mencari referensi tentang Smart Parking di internet, kalau perlu cari versi videonya di youtube atau Asia in Tech atau yang lain.

Contoh lainnya adalah sampah. Kita sebel kan kalau ada sampah, mana merusak pemandangan ditambah lagi memberikan kesan gak enak, belum lagi baunya. Coba pas kita makan di kantin, eh banyak sampah. Gak enak kan. Ini adalah sumber ide. Pernah gak, membayangkan sebuah solusi bagaimana agar sampah tidak jadi masalah. Apa ada yang berpikir bahwa masalahnya adalah banyak orang yang malas beranjak mencari tempat sampah, ya sudah kalau gitu tempat sampahnya yang bergerak. Wow! Mobile Trash System!

Contoh lainnya, kita banyak yang tidak bisa belajar dengan cepat pada materi-materi yang sulit seperti Signal Processing. Mungkin ada dari kita yang berandai-andai bisa belajar Signal Processing dengan menyenangkan, dengan audio-visual yang keren dan interaktif bahkan immersif. Misalnya belajar tentang Transformasi Fourier melalui game-game gelombang yang menarik bahkan bisa dihubungkan dengan perasaan galaunya anak muda. Keren kan.

Nah, langkah pertama untuk bersahabat dengan ide adalah mencari masalah-masalah yang ada di sekitar kita, kemudian mencatatnya sambil memikirkan solusi kecil yang mungkin atau yang sedikit ngawur dan nakal. Lalu carilah referensi sebanyak-banyaknya tentang masalah dan solusi yang muncul. Kalau kita mencoba ini seminggu saja, kita akan banyak mendapatkan ide. Memang masih awal, tetapi setidaknya ini menjadi modal kita dalam melangkah. Bukankah seribu langkah kita dalam berlari selalu dimulai dari langkah kecil.

 

Ditulis oleh: Ki Suki
Foto oleh: Reza Dwi Fajar K (MMB 2017)