Beberapa tahun yang lalu, saya mendapat pelajaran yang berharga dari seorang pemulung. Meskipun kejadiannya sudah beberapa tahun lalu, tapi masih menarik untuk diangkat.

Sangat tepat kiranya kita diskusikan ini dikala manusia sudah terlalu banyak yang menuntut “Saya dapat apa?”, “Mana bagian saya?”, “Kalau saya mengerjakan ini, apa manfaatnya bagi saya?”, “Kalau begini terus, keluarga saya makan apa?” dan masih banyak kata dan kalimat lainnya yang senada.

Jika dilihat dari segi penampilan, pemulung ini tidak berbeda jauh dengan pemulung yang lainnya. Tapi pemulung ini menjadi beda dan bagi saya sangat menarik, karena tongkat yang dipakai untuk memilah-milah “barang temuannya”, bukan sekedar tongkat biasa. Ya, tongkat itu diujungnya dilengkapi dengan magnet.

Subhanallah, saya terus terang berdecak kagum melihat pemandangan itu. Bagi kita yang sudah belajar ilmu fisika, boleh jadi akan mengatakan, “Ah itu kan biasa saja”. Tapi bagi saya, sekali lagi, saya mengacungkan jempol. Alasan yang utama adalah, kenapa kita yang sudah tahu ilmu tentang magnet sejak di bangku sekolah menengah belum bisa mengaplikasi ilmu sederhana ini. Dan boleh jadi pula masih banyak ilmu-ilmu sederhana lainnnya, yang sebenarnya bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari ini, belum kita pakai atau bahkan belum terfikirkan dengan baik untuk kemanfaatannya.

Dengan “tongkat ajaib” tersebut, seorang pemulung besi tua tidak memerlukan energi sebesar energi yang dikeluarkan oleh pemulung yang tidak menggunakannya. Karena dengan magnet di ujungnya, bisa dipastikan yang menempel itu pastilah benda logam. Sehingga si pemulung bisa lebih cepat mendapatkan “mangsanya”.

Seandainya pemulung itu masih menggunakan tongkat biasa, berapa waktu yang dibutuhkan untuk memilah-milah mana yang logam atau bukan logam. Luar biasa!

Dari pemulung ini, ada pertanyaan yang menggelitik saya. Bagaimana jika medan magnet yang dipakai pemulung itu diperbesar. Secara teori, pasti radius medan magnet untuk menarik logam-logam semakin lebar dan kuat. Semakin lebarnya radius medan magnet ini, semakin besar pula peluang mendapatkan ladang kehidupannya. Singkatnya, semakin kuat dan besar radius medan magnet bagi pemulung, maka rejekinya semakin banyak.

Belajar dari Magnet

Paling tidak, ada dua pelajaran yang bisa kita ambil. Pertama, magnet bisa memberi manfaat bagi manusia. Semisal kita analogikan diri kita dengan sifat magnet, seberapa luas radius kesholihan sosial kita selama ini. Kalau kita bicara radius kesholihan sosial kita, marilah kita lihat seberapa besar kemanfatan diri kita ditengah masyarakat. Mulai radius terdekat sampai terjauh dari kita.

Ada sebuah hadits pendek yang penuh dengan makna,

خير الناس أنفعهم للناس

(Khairun naasi anfa’uhum linnaas)
Sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain.

Apakah diri kita, sudah menjadi magnet dalam kehidupan sosial kita. Apakah kita jadi magnet karena kedalaman ilmu yang kita miliki. Apakah kita jadi magnet karena ketokohan kita, sehingga menjadi rujukan dan sandaran jika ada masalah di masyarakat. Apakah kita jadi magnet karena kelebihan rejeki yang dimiliki, sehingga bisa berbagi untuk sesama.

Kedua, magnet bisa menarik benda logam dan sekaligus bisa mengarahkan kemana arah yang dinginkan. Kita bercermin pada diri kita, apakah diri kita sampai sekarang ini, pernahkah menarik atau mengajak orang lain untuk kita arahkan kepada kegiatan-kegiatan yang baik, positif – produktif?

“Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang mengajak (manusia) kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma`ruf dan mencegah kemungkaran, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.s. Ali `Imran:104)

“Dan suruhlah keluargamu (umatmu) dengan shalat dan bersabarlah atasnya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberimu rezeki. Dan akibat (yang baik) itu bagi orang yang bertakwa” (Q.s. Thaha: 132).

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat baik, dan cegahlah dari kemungkaran dan bersabarlah atas apa-apa yang menimpamu. Sesungguhnya hal itu adalah urusan yang diutamakan” (Q.s. Luqman : 17)

Surat Al-Imran:104, Thaha:132 dan Luqman:17 adalah ayat-ayat yang kalau kita baca dengan cermat, adalah kalimat-kalimat ajakan yang mulai dari radius paling jauh yaitu ummat manusia secara umum, sampai yang terdekat, yaitu anak kita. Radius manakah yang sudah kita lakukan sampai dengan sekarang? Jangan sampai radius terkecilpun, mengajak anak untuk sholat misalnya, tidak kita laksanakan, Naudzubillah

Indahnya Jika Kita Jadi Magnet

Bisakah kita mempunyai daya magnet? Jawabannya, pasti bisa! Pertanyaan selanjutnya, bagaimana caranya? Menurut ilmu Fisika, kalau kita mau membuat magnet, sebuah logam besi harus dialiri arus listrik atau menggeseknya dengan magnet permanen.

Bagi kita sebagai manusia, kalau kita mau menjadi magnet dibidang keilmuan misalnya, maka kita wajib dialiri arus ilmu yang kuat, baik melalui banyak membaca buku, atau “menggesekkan diri” (baca berguru) dengan seorang yang ‘alim/berilmu.

Bukankah di surat At-Taubah:119 Allah menasehati kita agar bergaul dengan orang sholih,
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”.

Dan di surat Al-Furqon: 28 Allah mengingatkan kita agar tidak berteman dengan orang yang tidak mendatangkan kemanfaatan bagi kita,
“Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku)”.

Begitu juga ditegaskan oleh sabda nabi,
“Kawan pendamping yang sholih ibarat penjual minyak wangi. Bila dia tidak memberimu minyak wangi, kamu akan mencium keharumannya. Sedangkan kawan pendamping yang buruk ibarat tukang pandai besi. Bila kamu tidak terjilat apinya, kamu akan terkena asapnya” (HR. Bukhari)

Semoga kita semua bisa menjadi magnet dan selalu memperbesar daya magnet yang kita miliki, sehingga selalu bisa berkontribusi untuk kemaslahatan ummat dan bangsa. Aamiin.