Assalamualaikum wr.wb, om swastiastu, namo buddhaya, dan salam kebajikan. Hallo, temen-temen!! Apa kabar nih?? Semoga sehat selalu ya!! Senang sekali bagi saya mendapat kesempatan untuk berbagi tentang “Faktor X” yang merupakan pengalaman pertama saya menuliskan hal tersebut di platform ini. Hope you enjoy reading as much as I did writing it.
Sebelum berselancar lebih jauh, mungkin alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu “Faktor X”. Sama seperti rekan saya yang telah lebih dulu menuliskan Faktor X nya di artikel lain, “Faktor X dapat diibaratkan sebagai sebuah pintu tersembunyi dalam hidup kita dimana untuk mendapatkannya, maka kita harus menelisik lebih dalam kemudian mengetuknya lebih dulu” – Begitu kira-kira kutipan yang saya dapat dari dosen saya ketika mengajar mata kuliah Kewirausahaan di kelas saya. Hmmm, menarik. Hehe. Ucapan di atas sebenarnya bukanlah tujuan utama saya menuliskan artikel ini. Yaaa, meskipun intinya tetap saja bertema “Faktor X”. Namun di sini, dikarenakan untuk memenuhi tugas Kewirausahaan dari dosen saya, maka mau tidak mau, dan wajib atau sunnah yang menjadi wajib, sebagaimana mahasiswa lainnya yang ingin mendapatkan nilai A di mata kuliah nya, maka saya akan mengungkapkan apa saja pintu yang telah saya temukan dalam hidup saya. Hmmm, bismillah dapet nilai A++++.
Public speaking yang menarik serta rasa percaya diri yang mendukung menjadi pintu pertama yang saya ketuk untuk saya ucapkan “Halooo halooo, ada kamera?”. Oh bukan dong, ini kan artikel bukan casting. Ya, benar sekali, hal tersebut menjadi Faktor X pertama bagi saya yang sangat berguna. Dengan adanya Faktor X ini, sebenernya membawa keuntungan bagi saya untuk menjadi MC yang mendapat bayaran. Tapi memang hidup tidak seindah mimpi, sehingga saya hanya ditawari menjadi MC tanpa bayaran, betul, MC proker organisasi misalnya. Saya juga merupakan orang yang peka terhadap sekitar (apalagi gosip, enggak dong). Ini merupakan Faktor X kedua dari saya yang juga berperan penting dalam hidup saya. Dengan sikap tersebut, membuat saya menjadi mengerti tentang kondisi lingkungan sehingga saya tahu hal apa yang harus saya lakukan untuk menyesuaikan kondisi tersebut, atau dengan kata lain saya dapat beradaptasi dengan mudah di lingkungan itu. Namun, sikap yang demikian terkadang menjadi boomerang bagi saya, contohnya saya menjadi sensitif terhadap perkataan orang-orang dan menjadi mudah sekali menangis.
“Kamu itu pinter masak, kalo nyanyi juga gak fals”, begitu kata teman-teman saya. Meskipun saya hanya bisa masak air sampai mateng, tapi tidak masalah, kata teman-teman saya jago memasak. Ini menjadi Faktor X saya selanjutnya yang saya dapatkan dari ucapan teman saya. Dan meskipun saya hanya sering bernyanyi di status WA, saya tetap menyadari bahwa suara saya enak didengar. Bukankah begitu teman-teman? “Betuuuull” – anggap saja ini jawaban kalian.
“Masih terlalu banyak mahasiswa yang sibuk berbicara soal kesuksesan dan tercapainya pekerjaan yang diharapkan. Pengabdian, seolah hanya tugas bagi para veteran.”― Lenang Manggala, Perempuan Dalam Hujan.
Sebenarnya saya tidak mengerti makna quote tersebut, karena semua kesalahan berasal dari setan, kesempurnaan adalah lagu Rizky Febian, dan kebenaran hanya milik Tuhan. Akhir kata dari penulis, Wassalamualaikum Wr. Wb,.
Recent Comments