Tahun 2019 ini memberi kejutan baru. Di awal tahun 2019 ini diadakan pentas yang menyajikan judul “Sengkuni 2019” karya Emha Ainun Najib dan dipentaskan oleh Teater Perdikan. Keudian ak menjelang akhir tahun 2019, sebuah film mengangkat judul “Joker”. Keduanya mendapatkan perhatian yang besar oleh masyarakat Surabaya pada khususnya, masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sengkuni dan Joker adalah tokoh-tokoh paling antagonis yang pernah ada. Mereka dikenal sebagai tokoh yang jahat, licik, penuh akal bulus dan kejam. Sebetulnya itu hanya lonjakan dunia hiburan yang dipadukan dengan kreativitas dari para pelakunya. Ada yang begitu perhatian. Ada juga yang cuek. Namun itu menjadi menarik ketika diulas dalam sebuah kritis yang tajam.

Kalau kita perhatikan dua tokoh ini tidak ada hubungannya. Sengkuni adalah seorang tokoh dari cerita Mahabaratha yang muncul sebagai bagian budaya Asia Selatan. Sedangkan Joker adalah tokoh dalam cerita Batman dari Amerika Serikat. Namun mungkin kita sepakat bahwa kedua tokoh ini mempunyai kemiripan dalam kejahatan, kekejaman dan kelicikannya. Hal-hal yang jahat inilah yang muncul setiap kita mendengar atau membaca nama Sengkuni dan Joker. Namun, semua itu menjadi terbalik ketika pembuat cerita membeberkan fakta sebaliknya yang mungkin tidak pernah kita duga. Sebuah fakta yang mungkin menyakitkan dan membuat ada terbersit sedikit toleransi pada apa yang mereka lalukan.

Sengkuni dalam cerita Mahabaratha sebenar seorang kesatria yang hebat. Sayangnya dia harus berhadapan dengan kenyataan pembantaian pada semua keluarganya. Semua keluarga Sengkuni dihukum mati, sehingga tinggal Sengkuni dan Gandari, kakak perempuan dari Sengkuni. Kenyataan pahit itu tidak berhenti sampai di sana. Kekalahan Sengkuni dengan Pandu membuat Gandari diboyong ke Hastina oleh Pandu sebagai raja Hastina. Tetapi hasilnya Gandari justru menikah dengan kakak Pandu yang buta, Drestarata. Hal ini membuat Gandari berjanji menutup mata sepanjang hidupnya. Sengkuni yang sangat menyayangi kakaknya merasa tidak tega dengan nasib kakaknya dan perlahan Sengkuni memendam dendam dan sakit hati.

Joker juga awalnya adalah orang yang baik dengan kehidupan yang biasa, hanya saja dia punya penyakit tidak bisa mengendalikan emosi. Awalnya dia melakukan terapi gratis hingga penyakitnya tidak mengganggu. Sayangnya terapi gratis itu dihentikan oleh pemerintah karena kurangnya dana. Kemudian, secara tidak sengaja bebarapa orang berandalan menyiksa Joker. Sampai pada klimaksnya, Joker dipecat menjadi badut. Tidak punya pekerjaan, nasib tidak menentu, penyakit pengendalian diri, dan ditambah dengan masalah ibunya, membuat hati Joker menjadi dingin dan mampu melakukan kejahatan yang kejam dengan tertawa.

Cerita kepahitan yang terjadi pada Sengkuni dan Joker sangat mungkin juga terjadi pada banyak orang terlebih-lebih dalam kehidupan yang serba materialistik dan kompetitif ini. Mungkin juga itu terjadi pada kita, sahabat kita, keluarga kita atau orang-orang dekat kita. Nah, kalau sudah begitu, maka bukannya tidak mungkin akan muncul Sengkuni-Sengkuni atau Joker-Joker yang baru dalam skala yang berbeda.

Lalu apa yang sebaiknya kita lakukan? Mungkin, hal pertama yang harus kita lakukan adalah berdoa pada Tuhan untuk menjaga hati kita, sahabat kita, keluarga kita dan orang-orang di dekat kita agar mampu menghadapi semua kepahitan dengan hati lapang dan mendapatkan jalan keluar yang baik. Namun itu saja tidak cukup. Orang-orang yang mengalami kepahitan hidup itu membutuhkan bantuan kita entah sekedar menyapa atau tersenyum bahkan memberikan perhatian dan empati kita.  Yang paling penting, kita harus bisa berbuat baik kepada orang lain. Kalau banyak orang yang berbuat baik, maka kepahitan-kepahitan itu akan berkurang.

Penokohan Sengkuni dan Joker bukan tanpa sebab. Ada yang mengatakan adanya kebosanan dengan penokohan superhero seperti Batman atau Arjuna. Ada yang tidak lagi percaya dengan superhero dan pahlawan di dunia yang serba ruwet ini. Yang pasti, cara penokohan dengan mengangkat cerita pahit di balik nasib tokoh-tokoh antagonis ini ternyata bisa disambut baik oleh masyarakat.