Kewajiban seorang dosen di Indonesia adalah melaksanakan Tri Dharma yang berisi pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Ketiga hal ini tidak mungkin berdiri sendiri karena kualitas seorang dosen akan berkembang sesuai dengan pelaksanaan ketiga hal tersebut. Bila hanya menjalankan salah satunya dan mengabaikan yang lainnya maka fungsi utama seorang dosen akan tidak maksimal. Hasilnya kualitas dosen bisa dipertanyakan.
Sebagai contoh seorang dosen yang lebih banyak pada pengajaran dan mengabaikan yang lainnya, maka dia tidak bisa menjalankan peran utama dosen sebagai ujung tombak transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tanpa penelitian, seorang dosen akan sulit mengembangkan ilmunya kalau tidak dikatakan ketinggalan jaman sedangkan dunia IPTEK berkembang sangat cepat. Melalui penelitian ini seorang dosen mengupdate ilmunya dan selalu menjadi yang terdepan dalam pengembangan IPTEK dalam bidangnya masing-masing. Tanpa pengabdian pada masyarakat, bagaimana seorang dosen bisa mengetahui permasalahan yang terjadi di masyarakat dan menggunakan ilmu yang dikuasainya untuk menjadikan solusi. Kemampuan untuk menganalisa permasalahan merupakan kemampuan dasar dalam pengembangan ilmu yang akan menjadi bahan dalam penelitian.
Saat ini, banyak dosen yang mengajar sampai di atas 30 jam dalam seminggu. Bayangkan saja, kalau seminggu itu ada 40 jam, 30 jam di antaranya hanya dipakai untuk mengajar di depan kelas. Itu hanya di depan kelas saja! Belum lagi menyiapkan materi, melakukan evaluasi dan menganalisa proses pembelajaran. Idealnya untuk 1 jam mengajar, seorang dosen membutuhkan waktu 1 jam untuk melakukan persiapan dan evaluasi. Kalau mengajar 30 jam di kelas, artinya harus menyediakan waktu 30 jam lagi atau dibutuhkan waktu total untuk pengajaran 60 jam per-minggu. Nah, apa mungkin?
Okelah, bisa jadi seorang dosen sudah sangat lama mengajar satu materi, maka waktu yang dibutuhkan untuk persiapan jadi lebih pendek. Misalkan untuk mengajar 1 jam, dia butuh 30menit untuk persiapan dan evaluasi. Yang perlu diingat bahwa proses evaluasi tidak mungkin untuk tidak membutuhkan waktu. Jadi waktu totalnya adalah 30+15 = 45 jam. Tetap saja meelebihi 40 waktu kerja normal yaitu 40 jam.
Itu baru dari sisi pengajaran! Bagaimana dengan dua sisi dari Tri Dharma yang lain yaitu penelitian dan pengabdian pada masyarakat? Apakah itu tidak membutuhkan waktu? Jelas itu butuh waktu. Idealnya untuk pengembangan ilmu dengan penelitian dan pengabdian pada masyarakat, seorang dosen harus menyediakan minimal 6 jam dalam seminggu. Mengapa demikian? Pengembangan ilmu tetap harus dilakukan oleh seorang dosen. Tanpa itu maka materi yang diajarkan dari tahun ke tahun ya tetap itu-itu saja, sedangkan dunia sudah bergerak cepat. Yang lebih memprihatinkan, metode pengajarannya masih tetap sama meskipun dunia sudah berubah. Contohnya masih ada dosen yang belum bisa mengembangkan materi presentasinya. Itu akan jadi wajar ketika dosen tidak punya waktu untuk mengembangkan diri. Dosen yang terbiasa dengan penelitian, akan punya strategi pengajaran yang unik dan berbeda sesuai jaman dan mampu menginspirasi mahasiswanya untuk berbuat lebih baik.
Jadi berapa jam yang terbaik untuk seorang dosen? Ok, kita coba lihat dari beberapa aturan yang ada. Pada aturan yang tertulis di BKD, seorang dosen mempunyai beban maksimal 9 sks untuk pengajaran dan peelitian. Kalau 1 sks kita ambil kasar saja sama dengan 3 jam. Untuk mengajar dibutuhkan 6 sks atau setara dengan 18 jam, dengan 6 jam di kelas. Ok, kalau mau sedikit ekstrim kita ambil 12 jam di kelas dan 6 jam untuk persiapan dan evaluasi. Kalau dosen mengajar dengan takaran demikian, maka dosen punya waktu untuk mengembangkan diri melalui penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang hasilnya akan menambah kapasitas IPTEK dan kemudian mempengaruhi materi dan metode mengajarnya.
Sayangnya memang tidak semua dosen bernasib baik. Ada dosen-dosen di perguruan tinggi antah-berantah yang masih menggunakan honor dari jumlah jam mengajarnya. Sehingga dosen mengajar dengan jumlah jam yang tinggi tanpa punya waktu dan kesempatan untk pengembangan diri. Jangan kata mengembangkan diri, lah honornya saja tidak cukup untuk hidup sehingga masih harus menambah jam kerja dengan mengajar di tempat kursus atau menjalankan usaha yang lain, yang semuanya terkadang tidak sejalan dengan bidang ilmunya. Nah! Entah, menurut anda apakah ini penting atau tidak? Tinggal bagaimana kita memandang masa depan pendidikan tinggi kita ini.
Ini menarik untuk dipahami, tapi kenyataannya masih ada yg rebutan ngajar demi mengejar TM.
Dibelakang nggrundel jarene kakean ngajar, tp yo ngajar akeh seneng ae soale TM e lumayan.
Saatnya remun biar sehat
Sistem remun perlu dicoba. Mungkin ada perbaikan.
Perlu dingat juga bahwa semua sistem akan menjadi lebih baik bila didasari oleh kecintaan pada apa yang kita kerjakan. Setuju kan?