Dewasa ini hampir semua kalangan pernah bermain video game. Baik game di PC atau komputer, console, mobile maupun video game di tempat ketangkasan. Video game telah berkembang pesat baik dari sisi teknologi, grafis hingga ukuran file dari video game tersebut. Bahkan ada turnament yang mempertandingkan beberapa tim untuk menjadi pemenang di suatu game, biasa disebut dengan turnament E-sport. Game yang bisa dimainkan oleh banyak orang yang biasanya dijadikan E-sport. Seperti DOTA 2, PUBG, CS:GO. Hal ini membuat menjamurnya studio-studio game baru di industri kreatif.
Namun pada tahun 1983 terjadi sebuah insiden yang disebut Atari Shock atau Video Game Crash of 1983. Dimana pada waktu itu video game tidak laku dipasaran, sehingga membuat pendapatan produsen console game saat itu Atari mengalami penurunan pendapatan hingga 97%. Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya Atari Shock ini. Diantaranya, Kejenuhan dalam inovasi game, kalah bersaing dengan komputer rumahan dan tidak adanya kontrol yang baik di pihak penerbit. Bahkan ketika tahun 1982 ketika Atari merilis banyak game untuk console mereka, namun tidak dibarengi dengan kontrol yang baik dari produsen. Sehingga took yang menjual video game dan console Atari mengembalikan produk ke produsen. Namun pihak produsen tidak memiliki uang untuk mengembalikan uang para pemilik toko. Akhirnya pihak pengecer menjual game dengan harga yang sangat murah. Game yang awalnya $35 dijual menjadi $5 saja.
Tragedi Atari Shock ini membawa dampak yang sangat panjang bagi industri game hingga saat ini. Salah satunya dominasi industri game yang awalnya di pimpin oleh Amerika Serikat sekarang berpindah ke Jepang. Ini dibuktikan dengan banyaknya game dan console buatan negara jepang seperti Nintendo dan Sega. Dengan video game khas buatan mereka seperti Super Mario Bros untuk console Nintendo dan Sonic untuk console Sega. Dan tumbuhnya penjualan game untuk PC atau komputer yang melampaui penjualan dari console tiap tahunnya.
Recent Comments